maka setiap muncul segumpal sesal dipelataran wajahnya
yang keriput, seolah ingin dibangunkan bagimu peraduan
selayak kanopi dicerita seribu satu malam
inginnya kental agar kau terlena dalam dekap malam yang menghangat
raja raja dihikayatnya

lampin itu bukan layaknya kasur yang mengalasi ketulusan berlapis
dan keikhlasan lelapmu sampai kepenghujung senja
lalu semua remah remah dan ceceran susu bendera menyatu dikerumun semut semut merah, tenang kau berdendang bagai sejuk hembus angin di cordoba

keriput itu semakin mengerucut ketika airpun menetes satu satu cuma
seiring itu lampu yang menyala padam tak paham ketika,
dayanya semakin renta tak juga dituangnya sejuk air membilas
tubuhmu yang sarat rela, sebisa ingin dikuaknya setiap pintu
agar nyala itu berbias kasih mendekapmu menghantar hidupmu
nyatanya, disetiap kebocoran atapnya dan semburat air hujan itu,
memang berkah pengorbanan dan pengertian
nyatanya,waktu itu berjalan menguntai bagai biji merjan
disetiap maniknya adalah akun kehidupan

wajahnya semakin keriput,
merenda keterbatasan