kau muncul lagi, kali ini wajahmu
terpampang di gedung seberang
ada senyum yang jadi pemandangan
mataku dari lantai delapan
meredup deret lampu jalan
yang biasa menyapa lalu lalang
tiap deru pertemuan

hanya malam tak punya pelangi yang bisa
melengkung menjadi jembatan tempatku
menjejaki harapan, lintasi seangan sapa
tanpa menyebrang turun lewati kemacetan
kota dan debu yang memerih mata

rindu kian rebah, seperti malam yang pula
telah lelah membagi lamunan
dan utuh wajahmu berubah serpih berlompatan
ke pijar lain, bersembunyi dari pagi yang mulai
ringkih kembali

tak ada serpihmu yang begitu jauh
terpisah untuk kukumpulkan satu-satu
dan menempelkannya lagi
di gedung seberang
merekatinya dengan rindu
yang sudah berkali melekati

hati