/1/
kepada rindu kutelan tempuh pada sekian utara. matahari ikut-ikutan melaju ke utara. panas merepih aku, keringat menjadi batu. batu jadi panas.

kepada beku kelu yang rapat dikulum senyum, sekian aku menutup katup rapat bayang-bayang yang usang, kepada asing yang mengerang.

katup itu, masih tak kuat. bayang semakin lindap, ia lenguh. maka kurapal setiap waktu yang merumbai-rumbai, melipat-lipat rindu. menyumpal resah yang menyembilu.

/2/
nun di ujung lautan, yang menari menarilah, yang bernyanyi bernyanyilah, sebelum kita karam ke dalam karang, sebelum kita mati ditimpa pelangi, akulah, yang ingin kau tak menjadi sekedar, akulah, yang ingin kembali ke pelukan.

dan tiada rasa, rindu menjadi hening. hening yang kuayun lalu menggerincing. mendengungi daun-daun, mengaluni sebentuk senyum yang lalu membongkah selaik kapas-kapas. menyapu tetes harap yang retas.

/3/
sampai ini kita melafal rindu dalam lafadz yang tidak begitu kita mengerti, kadang kau menjadi hanyut ditubuhku yang alir, dan terkadang kau harus menjadi serpih pasir ditubuhku yang pantai, kita mengerdil diri dalam pasung tubuh yang kadang tak acuh, ah. aku semakin lelah menjengukmu sayang, apalagi ziarah kedalam lautanmu yang semakin kabut.

lalu apalah di balik ombak-ombak itu, di sana aur mengapung, seperti ingatanku jatuh pada lesung yang santun. ah, lupakan laut, sayang. sebab aku takut rindu tak akan pernah mau berhenti membenam. dalam.
demi kata, aku sudah sering

tenggelam.


===
Indonesia Raya, 2010
Andi M E Wirambara – Saswadana Bambang Harahap