/1/
Malam-malam oktober memang cukup mengherankan. Wangi hujan yang pensiun pelan-pelan, kantuk yang suka lupa bertandang. Dan aku dibiarkan menyentil-nyetil kelopak mataku sendiri, darisana berguguran rindu. Aih, rindu lagi. Aku mengacak-acak rambutku sendiri, rontoklah luka yang cukup gatal ternyata.

/2/
Kuakui saja. Jika tak bisa tidur aku selalu mencopoti kedua bolamataku, memutar-mutar hitam bulatannya seperti menggeser slide, lalu seolah mematut-matut benua pada globe yang banyak meluput sekian pulau. Aku temui rambut hitammu, yang panjang dan halus seolah berubah menjadi perosotan tempat aku bermain-main dengan kenangan. Lalu aku lelah, terpulas di sana, tak peduli sibak tanganmu sewaktu-waktu mengebas-ngebas.

/3/
Pernik, pijar mungil-mungil
Engkauhkah?

Aku tahu kau bukan kunang-kunang. Namun ada cahaya yang begitu ramah, begitu menggoda tuk kujamah. Namun waktu terasa lindap. Dan cahaya kian surut. Kian larut.

/4/
Selayaknya turnamen sepakbola, ada yang siap saling membaca jika dua kubu saling bersitatap. Aku juga begitu. Hanya aku tak punya agenda untuk menanda kapan suatu debar akan tiba-tiba menampar dada. Jangan heran, aku tak siap jika harus menolaknya. Jangan pula ajak aku saling baku. Aku hanya tahu suatu pertaruhan, mempertaruhkan rindu. Lalu kita lemparkan uang logam yang sisinya --ternyata-- tak ada yang berbeda. Rindu semua.

/5/
Kalau aku mengagumimu, bersiaplah untuk kucintai. Selalu ada jalan ke roma, tapi tidak untuk ke Cordoba. Seperti halnya kau dan hatimu yang mampu kutempuh dari sekian penjuru. Kanan-kiri perjalanan mempesona sungguh, aku mencinta kemudian. Hanya sampai sekarang --di mana pintunya-- aku masih tak tahu.

/6/
Aku rindu
Dengan segala
Kepurbaan yang kujaga


===
Malang, 13102010
Andi M E Wirambara